Hizbut Tahrir didirikan dalam
rangka memenuhi seruan Allah:
]وَلْتَكُنْ
مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ[
(Dan)
Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan
(Islam), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah
orang-orang yang beruntung (yang akan masuk surga). (TQS Ali Imran [3]: 104)
Hizbut Tahrir bermaksud
membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotannya yang sangat parah,
membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan dan hukum-hukum kufur;
serta membebaskan mereka dari kekuasaan dan dominasi negara-negara kafir.
Hizbut Tahrir bermaksud juga untuk membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga urusan
pemerintahan dapat dijalankan kembali sesuai dengan apa yang diturunkan Allah
Swt.
Keharusan Berdirinya
Partai-partai Politik Menurut Syara’
Berdirinya Hizb Tahrir adalah upaya
memenuhi seruan Allah Swt:
]وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ[
(Dan)
Hendaklah ada diantara kamu segolongan umat.
(TQS. Ali Imran [3]: 104)
Di dalam ayat
ini Allah Swt telah memerintahkan kaum Muslim agar diantara mereka ada suatu
kelompok (jama’ah) yang bergerak dalam dua aktivitas:
1. Mengajak kepada kebaikan, yaitu
mengajak kepada Islam.
2. Menyeru kepada yang ma’ruf dan
mencegah kemunkaran.
Membentuk jama’ah disini
ditunjukkan sekedar dengan adanya thalab
(seruan dari Allah). Namun demikian, terdapat qarinah (indikasi) lain yang menunjukan bahwa ajakan tersebut
adalah kewajiban. Sehingga aktivitas yang telah ditentukan oleh ayat agar
dilaksanakan oleh kelompok terpadu tersebut, —yakni dakwah kepada Islam dan
amar ma’ruf nahi munkar— hukumnya wajib atas kaum Muslim. Hal itu juga
ditegaskan dan ditunjukkan oleh ayat-ayat lain maupun hadits Nabi. Diantaranya
sabda beliau:
«والذي
نفسي بيده لتأمرن بالمعروف ولتنهون عن المنكر، أو ليوشكن الله أن يبعث
عليكم عقاباً من عنده، ثم لتدعنه فلا يستجاب لكم»
«وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَتَأْمُرَنَّ
بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوْشِكَنَّ الله أَنْ
يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْ عِنْدِهِ، ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلاَ
يُسْتَجَابُ لَكُمْ»
Demi Dzat yang diriku berada di
tangan-Nya, sungguh kalian (mempunyai dua pilihan, yaitu) melakukan amar ma’ruf
nahi munkar, atau Allah akan mendatangkan siksa dari sisi-Nya yang akan menimpa
kalian. Kemudian (jika hal itu tidak dilaksanakan) kalian berdo’a, maka (do’a
itu) tidak akan dikabulkan.
Hadits ini merupakan salah satu qarinah bahwa thalab tersebut adalah thalab
yang bersifat harus, dan perintah yang ada adalah wajib.
Tentang jama’ah itu harus berbentuk
partai politik, maka dapat dilihat dari segi bahwa ayat di atas memerintahkan
kaum Muslim agar diantara mereka ada sekelompok orang yang membentuk suatu
jama’ah. Cakupan aktivitas jama’ah ini telah ditentukan (dibatasi), yaitu
dakwah kepada Islam dan amar ma’ruf nahi
munkar.
Sedangkan cakupan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar meliputi seruan
terhadap para penguasa agar mereka berbuat ma’ruf (melaksanakan syari’at Islam-pen) dan melarangnya berbuat munkar
(melaksanakan sesuatu yang tidak bersumber dari syari’at-pen). Bahkan aktivitas inilah yang menjadi bagian terpenting dalam amar ma’ruf nahi munkar, yaitu mengawasi
para penguasa serta menyampaikan nasehat kepadanya. Aktivitas seperti ini
tergolong aktivitas politik, malahan termasuk aktivitas politik yang amat
penting, yang menjadi ciri utama dari aktivitas partai politik. Dengan demikian
ayat ini menunjukkan adanya kewajiban untuk mendirikan partai politik.
Akan tetapi ayat tersebut memberi
batasan bahwa kelompok-kelompok tadi harus berbentuk partai-partai Islam.
Sebab, tugas yang telah ditentukan oleh ayat tersebut -yaitu dakwah kepada
Islam dan amar ma’ruf nahi munkar,
yang dilakukan sesuai dengan hukum Islam- tidak dapat dilaksanakan kecuali oleh
kelompok-kelompok dan partai-partai Islam.
Partai Islam adalah partai yang
berasaskan akidah Islam. Partai yang mengambil dan menetapkan ide-ide,
hukum-hukum dan pemecahan yang Islami. Thariqah
(metoda) operasionalnya adalah thariqah
Rasulullah saw.
Oleh karena itu, tidak dibolehkan
kelompok-kelompok kaum Muslim berdiri di atas asas selain Islam, baik itu
menyangkut fikrah maupun thariqahnya. Alasannya karena hal itu
perintah Allah Swt, disamping juga Islam adalah satu-satunya mabda (ideologi) yang benar dan tepat di
muka bumi ini. Islam adalah mabda
yang bersifat universal, sesuai dengan fithrah
manusia, dan dapat memberikan pemecahan kepada manusia sebagaimana layaknya
manusia. Oleh karena itu Islam telah mengarahkan potensi hidup manusia -yang
berupa gharizah (naluri) dan hajat al-‘udluwiyah (kebutuhan jasmani)-
yaitu dengan mengaturnya dan mengatur pemecahan (pemenuhan)nya dengan tatanan
yang benar, tidak mengekang dan tidak pula melepaskannya sama sekali. Gharizah yang satu tidak mendominasi gharizah yang lain. Islam adalah mabda yang mengatur seluruh aspek
kehidupan.
Allah Swt mewajibkan kaum Muslim
agar selalu terikat dengan hukum-hukum Islam secara menyeluruh, baik yang
menyangkut hubungannya dengan Khaliq,
yang termasuk perkara akidah dan ibadah; atau yang menyangkut hubungan dengan
dirinya sendiri, seperti hukum-hukum tentang akhlak, hukum-hukum tentang
makanan, pakaian; ataupun yang menyangkut hubungannya dengan sesama manusia,
seperti hukum-hukum tentang mu’amalah dan perundang-undangan.
Allah Swt juga mewajibkan kaum
Muslim menerapkan Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan, dan menyeru
mereka agar bertahkim kepada Islam;
serta agar konstitusi dan seluruh undang-undang mereka -yang merupakan
hukum-hukum syara’- bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Allah Swt
berfirman:
]فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ وَلاَ
تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ[
Maka putuskanlah perkara atas
mereka menurut apa yang Allah turunkan (al-Quran) dan janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran (hukum Allah) yang telah datang
kepadamu. (TQS
al-Maidah [5]: 48)
]وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ
وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا
أَنْزَلَ اللهُ إِلَيْكَ[
(Dan)
Hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah (al-Quran), dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (Dan)
Berhati-hatilah kamu terhadap mereka, agar mereka tidak memalingkan kamu dari
sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. (TQS Al Maidah [5]: 49)
Sengan
demikian, menurut Islam tidak menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum Islam
berarti telah kufur, seperti dijelaskan dalam firman Allah Swt:
]وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ[
(Dan)
Siapa saja yang tidak memutuskan perkara (pemerintahan maupun pengadilan)
dengan apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir. (TQS al-Maidah [5]: 44)
Semua mabda selain Islam, seperti Kapitalisme, Sosialisme (termasuk) Komunisme, tidak lain
adalah mabda-mabda yang rusak dan
bertentangan dengan fithrah manusia. Mabda-mabda itu adalah buatan manusia,
sangat tampak kerusakannya, dan telah terbukti cacat-celanya. Mabda-mabda itu semuanya bertentangan
dengan Islam dan hukum-hukum Islam. Mengambilnya, menyebarluaskannya, dan
berkelompok berasaskan mabda-mabda itu
termasuk perkara yang diharamkan oleh Islam.
Di dalam berkelompok kaum Muslim
wajib hanya berasaskan Islam, baik fikrah
maupun thariqahnya. Diharamkan mereka
berkelompok atas dasar Kapitalisme, Komunisme, Sosialisme, Nasionalisme,
Patriotisme, Sektarian, atau berkelompok atas dasar pemikiran Free Masonry.
Dengan demikian kaum Muslim
diharamkan mendirikan partai-partai Komunis, Sosialis, Kapitalis, Nasionalis,
Patriotik, Sektarian, maupun partai Free Masonry. Termasuk menjadi anggota
maupun simpatisannya, karena semuanya adalah partai-partai kufur yang mengajak
kepada kekufuran. Sedangkan Allah Swt berfirman:
]وَمَنْ
يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي
اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ[
Barangsiapa mencari agama selain
Islam, maka sekali-kali tiadalah akan diterima (agamanya itu) dari padanya, dan
dia di Akhirat termasuk orang-orang yang rugi (yang akan masuk neraka). (TQS Ali Imran [3]: 85)
Juga
firman-Nya dalam ayat yang kami jadikan patokan di sini, yaitu:
]يَدْعُوْنَ إِلَى الْخَيْرِ[
(mengajak kepada kebaikan) yang diartikan dengan mengajak kepada
Islam.
Rasulullah saw bersabda:
«مَنْ عَمِلَ
عملاً ليس عليه أمرنا فهو ردّ»
«مَنْ
عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»
«مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»
Barangsiapa melakukan amal
perbuatan yang bukan berasal dariku, maka amal perbuatannya itu tertolak.
«من دعا إلى
عصبية فليس منا»
«لَيْسَ مِنَّا مَنْ
دَعَا اِلىَ عَصَبِيَّةٍ»
Barangsiapa mengajak kepada
‘ashabiyah (fanatisme golongan), maka dia tidak termasuk golonganku.
Adapun
upaya untuk membangkitkan umat dari kemerosotan yang dideritanya;
membebaskannya dari ide-ide, sistem perundang-undangan dan hukum-hukum kufur,
serta dari kekuasaan dan dominasi negara-negara kafir, maka dapat ditempuh
dengan jalan meningkatkan taraf berpikir umat, yaitu dengan merubah ide-ide dan
persepsi-persepsi yang menyebabkan kemerosotannya secara mendasar dan
menyeluruh, lalu mewujudkan ide-ide dan pemahaman-pemahaman Islam yang benar.
Sehingga dapat membentuk tingkah laku umat dalam kehidupan ini, sesuai dengan
ide-ide dan hukum-hukum Islam.
Sebab-sebab Kemerosotan Umat
Islam
Penyebab kemerosotan fatal yang
dialami umat ini adalah karena sangat lemahnya kaum Muslim dalam memahami dan
melaksanakan Islam. Hal ini diakibatkan oleh faktor-faktor yang mengkaburkan fikrah beserta thariqahnya, yang dialami sejak abad kedua Hijriyah sampai saat
ini. Faktor-faktor tersebut muncul karena beberapa hal, diantaranya yang paling
menonjol:
1. Transfer filsafat-filsafat India, Persia dan
Yunani, serta adanya upaya sebagian kaum Muslim untuk mengkompromikannya dengan
Islam, meskipun diantara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar.
2. Adanya manipulasi ajaran Islam
oleh orang-orang yang membenci Islam, berupa ide-ide atau hukum-hukum yang
sebenarnya tidak bersumber dari Islam, dengan tujuan merusak citra Islam dan
menjauhkan kaum Muslim dari Islam.
3. Diabaikannya bahasa Arab dalam
memahami dan melaksanakan ajaran Islam, disusul kemudian dengan dipisahkannya
dari Islam pada abad ketujuh Hijriyah. Padahal agama Islam tidak mungkin dapat
dipahami tanpa bahasa Arab. Seperti yang tampak dalam pengambilan (istinbath) hukum-hukum baru terhadap
berbagai peristiwa yang berkembang yang dilakukan dengan jalan ijtihad. Hal ini
tidak akan dapat dilakukan, tanpa menggunakan bahasa Arab.
4. Serangan missionaris dan tsaqafah (kebudayaan asing), yang disusul dengan serangan politis negara-negara kafir Barat yang berlangsung
sejak abad ke-17 Masehi, dengan tujuan untuk mengalihkan pandangan dan
menjauhkan kaum Muslim dari Islam, yang berujung untuk menghancurkan Islam.
Berbagai macam usaha untuk
membangkitkan kaum Muslim telah banyak dilakukan, melalui berbagai macam
gerakan, baik yang Islami maupun bukan. Semuanya mengalami kegagalan dan belum
mampu membangkitkan kaum Muslim. Bahkan tidak mampu membendung kemerosotan umat
yang sangat fatal.
Adapun sebab-sebab kegagalan
seluruh usaha dan gerakan untuk membangkitkan kembali kaum Muslim atas dasar
Islam karena beberapa faktor, diantaranya:
1. Tidak adanya pemahaman yang
rinci mengenai fikrah dari
pihak-pihak yang berupaya membangkitkan kembali umat. Mereka terpengaruh
berbagai faktor yang mengaburkan. Dakwah Islam yang mereka lakukan masih
bersifat umum, tanpa menentukan ide-ide dan hukum-hukum mana yang ingin
digunakan untuk membangkitkan umat, serta pemecahan apa yang dapat mengatasi
problematika mereka berikut pelaksanaannya. Ini karena belum adanya gambaran
yang jelas terhadap ide-ide dan hukum-hukum Islam di dalam benaknya. Mereka
telah menjadikan fakta (yang ada) sebagai sumber pemikirannya, lalu
dijadikannya sebagai sumber inspirasinya. Mereka mencoba untuk mena’wilkan dan
menafsirkan Islam dengan pena’wilan dan penafsiran yang tidak sesuai dengan apa
yang dikandung oleh nash (teks
al-Quran dan Sunnah), hingga pada akhirnya disesuaikan dengan kondisi yang ada,
kendati berlawanan dengan Islam. Sayang sekali, apa yang mereka lakukan bukan
usaha sebaliknya, yaitu menjadikan kondisi yang ada sebagai obyek pemikiran
untuk dirubah agar sesuai dengan Islam dan hukum-hukumnya.
Jadi tidak mengherankan
apabila mereka selalu menyerukan slogan-slogan kebebasan, Demokrasi,
Kapitalisme, dan Sosialisme. Mereka menganggap bahwa hal itu berasal dari
Islam, padahal semuanya itu sangat bertentangan.
2. Tidak adanya kejelasan bagi
mereka mengenai thariqah Islam dalam
menerapkan ide-ide dan hukum-hukum Islam dalam bentuk gambaran yang jelas dan
sempurna. Mereka menyampaikan ide-ide tersebut melalui media yang tidak
terencana dan dalam bentuk yang diliputi kesamaran. Mereka menganggap bahwa
kembalinya Islam dapat ditempuh dengan cara membangun banyak masjid,
menerbitkan buku-buku Islam atau dengan jalan mendirikan organisasi-organisasi
sosial kemasyarakatan, atau usaha koperasi yang Islami, atau hanya melalui
pendidikan akhlaq dan pembinaan individu semata, tanpa memperhatikan kebejatan
masyarakat maupun cengkeraman ide-ide kufur berikut hukum dan sistem
perundangan-undangan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Mereka mengira
bahwa perbaikan masyarakat akan terjadi (secara otomatis) melalui perbaikan individu-individunya.
Padahal perbaikan masyarakat hanya akan terwujud dengan cara meluruskan kembali
ide-ide, perasaan-perasaan serta aturan-aturan yang berlaku di masyarakat.
Meluruskan dan memperbaiki aspek ini akan membawa kepada perbaikan anggotanya,
karena masyarakat bukan terdiri dari individu saja, melainkan kumpulan individu
berikut interaksinya. Dengan kata lain masyarakat itu terdiri dari sejumlah
individu, ide-ide yang dianutnya dan perasaan yang menentukan sikap individu,
serta aturan-aturan yang diakui oleh anggota masyarakat tersebut.
Cara seperti inilah yang telah
dilakukan Rasulullah saw dalam mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat
Islam. Beliau memulai dengan mengubah akidah yang berlaku saat itu dengan
akidah Islam, mengubah pemikiran, berbagai persepsi dan tradisi-tradisi
jahiliyah dengan pemikiran, persepsi dan hukum-hukum Islam. Dari sinilah
perasaan masyarakat Arab dapat berubah dari keterikatannya terhadap akidah, ide
dan tradisi jahiliyah menjadi terikat dengan akidah, ide dan hukum-hukum Islam.
Sampai Allah Swt menentukan keberhasilan beliau dalam mengubah masyarakat
Madinah. Pada waktu itu, sebagian besar penduduk Madinah telah memeluk akidah
Islam, mengambil dan menetapkan ide, pemahaman dan hukum Islam. Pada saat
itulah Rasulullah saw beserta para sahabatnya hijrah ke Madinah setelah terjadi
bai’at Aqabah yang kedua. Sejak itu beliau mulai memberlakukan hukum Islam.
Kemudian lahirlah masyarakat Islam di Madinah.
Ada juga diantara kaum Muslim yang
(melakukan perubahan dengan) menggunakan metoda kekuatan fisik, mengangkat
senjata, tanpa membedakan antara darul
Islam dan darul kufur, tanpa
memilah antara metoda menyampaikan dakwah dan menentang kemunkaran di
masing-masing tempat tersebut (yaitu di darul
Islam ataukah di darul kufur).
Padahal tempat yang kita diami saat ini adalah darul kufur, karena di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur.
Keadaan ini mirip dengan keadaan di Makkah ketika Rasulullah saw diutus. Cara
mengemban dakwah dalam kondisi seperti ini adalah dengan dakwah (secara lisan-pen) dan aktivitas politik, bukan dengan
menggunakan kekuatan fisik. Persis dengan cara yang dilakukan oleh Rasulullah
saw di Makkah. Beliau membatasi aktivitasnya hanya pada kegiatan dakwah secara
lisan saja, tidak menggunakan kekuatan fisik. Hal ini karena tujuannya bukan
untuk merubah penguasa di darul Islam
yang melaksanakan hukum selain yang diturunkan Allah Swt, melainkan untuk
merubah darul kufur beserta
pemikiran-pemikiran dan peraturan-peraturannya. Ini dilakukan dengan merubah
seluruh pemikiran, perasaan dan peraturan masyarakat yang ada sebagaimana yang
dilakukan Rasulullah saw di Makkah.
Sedangkan darul Islam, yang didalamnya diterapkan hukum-hukum yang diturunkan
Allah Swt, maka jika penguasanya telah melaksanakan/menetapkan hukum kufur
secara terang-terangan, wajib bagi kaum Muslim menentangnya dan memberikan
peringatan agar kembali kepada hukum Islam. Apabila penguasa tadi tidak mau
kembali, maka kaum Muslim wajib mengangkat senjata untuk memaksanya agar
kembali kepada hukum yang telah diturunkan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam
hadits ‘Ubadah bin Shamit:
«وأن
لا ننازع الأمر أهله إلاّ أن تروا كفراً بواحاً عندكم من الله فيه برهان»
«وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ
اْلأَمْرَ أَهْلَهُ، اِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللهِ
فِيْهِ بُرْهَانٌ»
(Dan) Hendaknya kami tidak merampas kekuasaan
dari yang berhak, kecuali (sabda Rasul) ’Jika kalian melihat kekufuran secara
terang-terangan, yang dapat dibuktikan di sisi Allah’.
Juga hadits Auf bin Malik yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim:
«قيل
يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف؟ فقال: لا، ما أقاموا فيكم الصلاة»
«قِيْلَ يَا رَسُوْلَ
اللهِ ، أَفَلاَ نُنَا بِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟ قَالَ: لاَ، مَا أَقَامُوْا فِيْكُمُ
الصَّلاَةَ»
Ditanyakan: ‘Wahai Rasulullah,
apakah tidak kita perangi saja mereka itu dengan pedang?’ Beliau menjawab:
‘Tidak, selama mereka masih mendirikan shalat.’
Mendirikan shalat disini merupakan kinayah (makna implisit) dari
pelaksanaan hukum Islam. Kedua hadits ini berkaitan dengan cara meluruskan
seorang penguasa muslim di darul Islam.
Dijelaskan juga bagaimana cara mengkritiknya, dan kapan harus menggunakan
kekuatan fisik untuk mencegah timbulnya kekufuran secara terang-terangan di darul Islam setelah pada masa sebelumnya
hal itu belum pernah terjadi.
Tentang tujuan aktivitas untuk
menegakkan kembali Daulah Khilafah
serta menerapkan hukum-hukum yang telah diturunkan Allah ke muka bumi. Maka hal
ini (harus dijalankan-pen) karena
Allah Swt telah mewajibkan kepada seluruh kaum Muslim agar terikat dengan
seluruh hukum syara. Mewajibkan kaum Muslim untuk menjalankan pemerintahan
sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah. Semua itu tidak dapat dilakukan
kecuali dengan tegaknya Daulah Islamiyah
dan dengan diangkatnya seorang Khalifah
yang menerapkan Islam atas seluruh umat manusia.
Sejak dihapuskannya Daulah Khilafah dalam perang dunia
pertama, kaum Muslim hidup tanpa Daulah
Islamiyah, tidak lagi menerapkan pemerintahan Islam. Oleh karena itu usaha
untuk mendirikan kembali Khilafah dan
memberlakukan kembali hukum yang telah diturunkan Allah ke muka bumi, hukumnya
adalah fardlu, yang diwajibkan Islam.
Kewajiban ini bersifat muhtam, yaitu
kewajiban yang tidak memiliki pilihan lain kecuali mengerjakannya. Masalah ini
tidak boleh kita anggap sepele. Melalaikan tugas ini termasuk maksiat yang
paling besar. Allah akan menyiksa (orang-orang yang melalaikannya) dengan
siksaan yang sangat berat. Nabi Muhammad saw bersabda:
«ومن
مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية»
«وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ
فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً»
(Dan) Siapa saja yang mati, sedang di
pundaknya tidak ada bai’at (kepada seorang Khalifah), maka matinya seperti mati
jahiliyah (yaitu mati dengan memikul dosa besar).
Disamping itu berdiam diri terhadap
aktivitas ini sama saja dengan melalaikan pelaksanaan salah satu kewajiban yang
paling utama di dalam Islam. Pelaksanaan kewajiban ini sangat menentukan
tegaknya hukum Islam, bahkan menentukan keberadaan Islam di tengah-tengah
kehidupan.
[وما لا
يتم الواجب إلاّ به فهو واجب]
[مَا لاَ يَتِمُّ
الْوَاجِبُ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ]
Suatu kewajiban yang tidak dapat
terlaksana, kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib.
Berdasarkan alasan-alasan inilah
Hizbut Tahrir berdiri. Hizb telah menentukan asas berdirinya kelompok ini
(yaitu berdasarkan) akidah Islam, mengambil dan menetapkan ide-ide dan
hukum-hukum Islam yang diperlukan dalam perjalanannya untuk mencapai tujuannya.
Hizbut Tahrir telah menghindarkan dirinya dari seluruh unsur yang menjadi
kekurangan maupun menjadi sebab-sebab kegagalan kelompok-kelompok (sebelumnya)
yang telah berdiri untuk membangkitkan kaum Muslim dengan Islam. Hizb telah
memahami fikrah dan thariqah dakwah secara rasional (fikriyah) dan terperinci, sesuai dengan
apa yang telah disampaikan oleh wahyu, baik dari Kitabullah maupun Sunnah
Rasul-Nya, serta sesuai pula dengan apa yang ditunjukkan oleh dua sumber tadi,
yaitu Ijma Sahabat dan Qiyas. Hizbut Tahrir telah menjadikan fakta (masyarakat
yang ada) sebagai sasaran (obyek) pemikirannya, untuk dirubah sesuai dengan
hukum Islam. Hizbut Tahrir hanya mengikuti thariqah
dakwah Rasulullah saw tatkala menjalankan aktivitas dakwahnya di Makkah,
sampai beliau (berhasil) mendirikan negara di Madinah. Hizbut Tahrir menjadikan
ikatan akidah dan ide-ide Islam serta hukum-hukumnya sebagai ikatan bagi
gerakan, yang juga mengikat seluruh anggotanya.
Oleh karena itu sudah selayaknya
jika (partai) ini diterima dan didukung oleh umat untuk bersama-sama berjalan
dengan Hizbut Tahrir. Bahkan umat wajib menerima dan mendukungnya serta
berjalan bersamanya. Sebab Hizbut Tahrir merupakan satu-satunya partai yang
telah memahami dan menguasai fikrahnya,
melihat dengan jelas jalan dakwahnya, memahami permasalahannya, konsisten
dengan sirah Rasulullah saw, tanpa bergeser sedikitpun dari langkah-langkah
beliau, dan tidak ada seorang pun yang dapat membelokkannya dari tujuan
dakwahnya itu.
Baca juga:
Belum ada tanggapan untuk "Mengenal Hizbut Tahrir Part II : LATAR BELAKANG BERDIRINYA HIZBUT TAHRIR"
Post a Comment