Perkembangan  sains Islam dapat dibagi ke dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah  pewarisan dan penerjemahan. Pada masa ini dilakukan pengumpulan  berkas-berkas penulisan Yunani untuk kemudian diterjemahkan ke dalam  bahasa Arab. Institusi terkenal yang mengoleksi dan menerjemahkan  tersebut salah satunya adalah Baitul Hikmah yang dibangun pemerintahan  Khalifah Al-Ma’mun dari Dinasti Abbasiyah.
 Tahap kedua adalah  pengklasifikasian cabang-cabang ilmu kemudian merumuskan metoda ilmiah  dalam mempelajari dan membuktikannya. Tahap ketiga adalah pengembangan  dan penemuan ilmu-ilmu pengetahuan baru.
Berikut penjelasan singkat  mengenai beberapa cabang sains yang berkembang beserta tokoh-tokoh yang  memeloporinya:
A. Kosmologi
Kosmologi adalah ilmu tentang  sejarah, struktur, dan cara kerja alam semesta secara keseluruhan. Ilmu  ini telah berkembang selama ribuan tahun dalam beberapa bentuk: mitologi  dan religius, mistis dan filosofis, dan astronomis.
Ibn al-Shatir  adalah seorang astronom muslim ternama yang bersama timnya menerjemahkan  model kosmik Ptolemeus (pada naskah Almagest atau Al-Majisti) ke dalam  konsep yang dapat diterapkan supaya lebih cocok dengan apa yang terlihat  di langit.
B. Matematika
Sejak awal peradaban manusia,  matematika sudah menjadi elemen penting dalam menunjang kehidupan.  Penggunaan matematika sebagai alat terbukti eksis pada masa Mesir,  Mesopotamia, India, dan Cina kuno. Ahli matematika Islam mengubah sifat  bilangan (konsep angka desimal dan simbol bilangan nol, penambahan angka  irasional serta natural dan pecahan), mengefisienkan beberapa bidang  matematika, dan mengembangkan cabang-cabang baru matematika.
Di  antara ahli matematika Islam yang terkenal adalah Banu Musa bersaudara  yang meneliti angka-angka geometri berhubungan. Ibn al-Haytham  mempelajari isometrik. Tsabit ibn Qurra, Nasiruddin al-Tusi, dan Umar  Khayyam mengkaji postulat Euclid (yang buku aslinya berjudul Elements).  Tidak lupa juga Al-Khawarizmi yang mengenalkan konsep aljabar dan  algoritma. Trigonometri (terutama kajian segitiga) pun pada dasarnya  adalah ciptaan matematikawan Islam. Belum lagi Abu Rayhan al-Biruni yang  menerjemahkan karya Euclid ke dalam bahasa Sansekerta dan menghitung  keliling serta jari-jari bumi secara presisi.
C. Astronomi
Pada  masa itu, astronomi biasanya dikaitkan dengan matematika. Upaya yang  dilakukan terdiri dari penelitian gerakan benda-benda langit dan  mencatat apa yang ditemukan secara matematis. Pengetahuan ini diturunkan  dari masa Yunani, Mesir, Babilonia, dan India kuno.
Putra Hunain ibn  Ishaq –penerjemah kenamaan abad ke-9– membuat terjemahan Almagest  (berisi tentang kinematika langit) karya Ptolemeus. Konsep Aristoteles  tentang sfera padat yang diperkenalkan pada peradaban Islam melalui  karya-karya Ibnu al-Haytham tetap menjadi model fundamental selama  berabad-abad. Tsabit ibn Qurra dan Ibn Yunus, dikenal sebagai pengelola  observatorium (lengkap dengan instrumen-instrumen astronomi hasil  ciptaan yang luar biasa semisal astrolabes, bola langit, kuadran, dan  jam matahari) yang didirikan di berbagai tempat. Al-Biruni (ditambah  peran Al-Khawarizmi) menghasilkan data pengamatan yang membentuk  dasar-dasar buku pegangan untuk jadwal astronomi penting yang dikenal  sebagai zij. Al-Tusi dengan konsepnya yang terkenal, Tusi Couple,  mengajukan model hipotesis tentang gerakan episiklus. Model tersebut  kemudian diterapkan oleh Ibn al-Shatir dengan konsep gerakan planeter  yang belakangan ternyata menunjukkan persamaan dengan skema Copernicus.  Abdurrahman Al-Sufi dalam bukunya Kitab Suwar al-Kawakib al-Thabita  (Risalah tentang Konstelasi Bintang-bintang Tetap) menguraikan tentang  48 konstelasi Ptolemeus.
D. Geografi
Meluasnya dunia Islam  membutuhkan panduan di bidang geografi. Menghadapi kebutuhan yang  berkembang pada perjalanan dan pedagangan serta urusan pemerintahan,  ahli geografi bekerja keras untuk memperbaiki, mengembangkan, dan  mengisi peta dunia yang diperoleh dari sumber-sumber Babilonia, Persia,  dan Yunani serta dari naskah Yahudi, Kristen dan Cina. Pandangan  kartografi Islam terhadap daerahnya menyerupai pandangan kartografi  modern.
Abu Ishaq al-Istakhri (dengan karyanya: Al-Masalik wa  Al-Mamalik –Jalur Perjalanan Kerajaan–) dan Ibn Hawqal membagi daerah  Islam menjadi 12 wilayah dan memisahkan daerah non-Islam dalam kategori  yang berbeda serta menulis atlas. Al-Mas’udi, dalam karyanya Muruj  al-Dhahab (Padang Rumput Emas dan Tambang Permata), menguraikan  tempat-tempat yang ia kunjungi dan berisi potret Eropa. Ibn Batuta,  penjelajah abad ke-14 asal Maroko, menghabiskan hidupnya dengan  berkelana dari Afrika Utara ke Cina dan Asia Tenggara lengkap dengan  laporannya. Ibnu Khaldun memberikan penjelasan tentang daerah dan  orang-orang di dalam batas wilayah Islam. Al-Idrisi membuat peta dunia  berbentuk relief dari perak kemudian membuat detailnya pada 71 peta  terpisah dan menyertainya dengan buku Kitab al-Rujari. Piri Re’is,  seorang kapten laut masa Turki Utsmani, menghasilkan atlas mediterania  serta bahkan peta Afrika Barat dan Amerika.
E. Kedokteran
Pada  bidang kesehatan, Islam mewarisi dan mempelajari keberhasilan Yunani,  Romawi klasik, Syria, Persia, dan India. Karya utama yang diterjemahkan  dan menjadi basis adalah De Materia Medica yang disusun Dioscorides.  Perpustakaan, pusat-pusat penerjemahan, dan rumah sakit sebagai sebuah  institusi telah dikembangkan dengan cara revolusioner yang dapat  membentuk jalan bagi sains kesehatan.
Al-Ruhawi memberikan karya  berjudul Adab al-Tabib (Kode Etik Dokter) yang merupakan salah satu  naskah berbahasa Arab pertama yang membicarakan masalah etika medis.  Al-Razi (dikenal di Barat dengan sebutan Rhazes) dengan karyanya Tentang  Cacar dan Campak yang diterjemahkan ke dalam bahasa-bahasa Barat hingga  cetakan ke-40. Ia juga menulis 23 jilid Al-Hawi (Kitab yang Lengkap)  yang merupakan salah satu naskah pengobatan paling lengkap sebelum abad  ke-19. Ibn Sina (dikenal di Barat dengan sebutan Avicenna) dengan  karyanya yang fenomenal Al-Qanun berupa ensiklopedi topik-topik medis  serta senyawa, obat, dan alat pengukuran. Karya Al-Razi dan Ibn Sina  tersebut digunakan sebagai rujukan dasar di sekolah-sekolah medis Eropa  hingga menjelang awal masa modern. Ibn al-Khatib melakukan penelitian  tentang penularan dalam epidemi. Ibn al-Nafis memberikan teori baru  tentang sirkulasi darah sekunder antara jantung dan paru-paru. Risalah  Hunain ibn Ishaq tentang mata beserta diagram-diagram anatomi yang  akurat merupakan yang pertama dalam bidang ini. Mansur ibn Muhammad ibn  al-Faqih Ilyas dengan naskahnya Tashrih al-Badan (Anatomi Tubuh)  memberikan diagram komprehensif mengenai struktur, sistem sirkulasi, dan  sistem syaraf tubuh. Abu al-Qasim al-Zahrawi (dikenal di Barat dengan  sebutan Abulcasis) menelurkan karya berjudul Kitab al-Tasrif (Buku  tentang Konsesi) yang berisi tiga risalah utama mengenai pembedahan yang  digunakan sekolah-sekolah medis Eropa selama beberapa abad. Ibn Zuhr  (Avenzoar), Ibn Rusyd, dan Maimonides adalah ahli-ahli kedokteran  lainnya. Tidak ketinggalan pula Ibn al-Baytar dengan karyanya Al-Jami’  fi al-Tibb (Kumpulan Makanan dan Obat-obat yang Sederhana) yang  merupakan teks Arab terbaik berkaitan dengan botani pengobatan  (farmakologi) dan tetap digunakan sampai masa Renaissans.
F.  Zoologi, Botani, Geologi
Para naturalis Islam memiliki minat terhadap  sumber daya alam seperti batuan, tanah, flora, dan fauna. Hasilnya  adalah inventaris yang melimpah tentang kuda, unta, hewan liar, anggur,  pohon palem, sampai manusia.
Al-Biruni dan al-Khazini bahu membahu  mengukur dan mengelompokkan batu-batu mulia dan semimulia. Ibn Sina juga  meneliti geologi dan pengaruhi gempa bumi serta cuaca. Karya Zakaria  ibn Muhammad ibn Mahmud Abu Yahya al-Qazwini pada abad ke-13 berjudul  Aja’ib al-Makhluqat (Keajaiban Ciptaan), mengungkapkan botani dan  zoologi. Ibn Akhi Hizam dan Abu Bakr al-Baytar meneliti tentang kuda.  Analisa tentang hewan juga terdapat pada naskah Manafi’ al-Hayawan  (Tentang Identifikasi dan Ciri-ciri Organ Hewan) oleh Abu Sa’id  Ubaydallah ibn Bakutishu’.
G. Kimia
Alkimia menggabungkan  spiritual, kerajinan, dan disiplin-disiplin ilmiah yang dapat ditelusuri  kembali pada masa yang sangat lampau dan pada proses yang secara  tradisional terdapat dalam penyiapan pengolahan logam dan obat. Ketika  peradaban Islam sudah mapan, mereka menyerap aturan-aturan dasar alkimia  yang dibuat oleh bangsa Alexandria dan terus membentuknya dalam  konensi-konvensi intelektual mereka sendiri.
Jabir ibn Hayyan  (dikenal di Barat dengan sebutan Geber) adalah legenda di bidang ini. Ia  memfokuskan pada prinsip keseimangan dan hubungan numerik benda-benda.  Ia tidak hanya mahaguru laboratorium tapi juga analis yang teliti. Ia  mengetahui cara-cara menghasilkan besi, mewarnai kulit, kain tenun, dan  baju anti air. Al-Razi juga memberikan sumbangan di bidang ini berupa  proses kimia dasar seperti distilasi, kalsinasi, kristalisasi,  penguapan, dan penyaringan. Perkakas lab yang ia gunakan diperbaiki dan  dikembangkan sampai kotak, gelas kimia, labu kaca, corong, dan tungku  pembakaran yang standar menyerupai yang terdapat pada masa modern. Ia  juga membuat klasifikasi sistematis terhadap zat-zat mineral hasil alami  maupun yang dibuat di lab.
H. Optik
Beberapa filosof,  matematikawan, dan ahli kesehatan Islam berupaya keras mempelajari sifat  fundamental serta cara bekerja pandangan dan cahaya. Mereka memiliki  akses pada warisan pengetahuan Yunani yang berkaitan dengan cahaya dan  penglihatan. Sumber-sumber itu antara lain karya Euclid dan karya  astronom Mesir, Ptolemeus.
Al-Kindi, dengan kajiannya pada karya  Euclid yang berjudul Optics, menghasilkan pemahaman baru tentang  refleksi cahaya serta prinsip-prinsip persepsi visual yang menjadi cikal  bakal hukum-hukum perspektif pada Renaissans. Riset paling spektakuler  mengenai penglihatan dan cahaya dilakukan oleh Ibn al-Haytham (dikenal  di Barat dengan sebutan Alhazen). Ia meneliti hampir seluruh aspek  cahaya dan penglihatan manusia dalam karya komprehensifnya yang berjudul  Kitab al-Manazir (Buku Tentang Optik). Karya tersebut kemudian  mempengaruhi karya da Vinci, Kepler, Roger Bacon, dan ilmuwan-ilmuwan  Eropa lain. Kamal al-Din al-Farisi mengomentari karya Ibn al-Haytham  pada segmen efek kamera obscura. Ia (al-Farisi) juga untuk  pertamakalinya memberikan penjelasan yang memuaskan tentang pelangi.  Selain itu, al-Razi dan Ibn Sina juga mencantumkan tulisan-tulisan  tentang optik.
Demikianlah karya emas Islam di bidang sains. Jika  diperhatikan, ada tokoh-tokoh yang menjadi ahli di berbagai bidang.  Itulah potret manusia Islam seutuhnya. Seorang yang telah mencapai  derajat ulama berarti selain menguasai agama juga memiliki keahlian di  bidang ilmu dunia (sains dan teknologi). Perlu dicatat bahwa nama  tokoh-tokoh di atas tidak semuanya Muslim. Ada sebagian kecil  diantaranya menganut agama Yahudi, Kristen, ataupun Sabean. Tapi  semuanya hidup di bawah peradaban Islam dimana Khalifah (pemerintahan)  sangat toleransi terhadap kemajemukan serta giat memajukan ilmu  pengetahuan dengan bahasa Arab sebagai bahasa internasional dan bahasa  ilmu. Sebuah sistem hidup yang tiada taranya.
Belum ada tanggapan untuk " "
Post a Comment