Friday, 6 January 2012

Mengenal Hizbut Tahrir Part II : LATAR BELAKANG BERDIRINYA HIZBUT TAHRIR

          Hizbut Tahrir didirikan dalam rangka memenuhi seruan Allah:
]وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ[
(Dan) Hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan (Islam), menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung (yang akan masuk surga). (TQS Ali Imran [3]: 104)

Hizbut Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotannya yang sangat parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan dan hukum-hukum kufur; serta membebaskan mereka dari kekuasaan dan dominasi negara-negara kafir. Hizbut Tahrir bermaksud juga untuk membangun kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga urusan pemerintahan dapat dijalankan kembali sesuai dengan apa yang diturunkan Allah Swt.

Keharusan Berdirinya Partai-partai Politik Menurut Syara’

 Berdirinya Hizb Tahrir adalah upaya memenuhi seruan Allah Swt:
]وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ[
(Dan) Hendaklah ada diantara kamu segolongan umat.  (TQS. Ali Imran [3]: 104)

Di dalam ayat ini Allah Swt telah memerintahkan kaum Muslim agar diantara mereka ada suatu kelompok (jama’ah) yang bergerak dalam dua aktivitas:
1.   Mengajak kepada kebaikan, yaitu mengajak kepada Islam.
2.   Menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah kemunkaran.
             Membentuk jama’ah disini ditunjukkan sekedar dengan adanya thalab (seruan dari Allah). Namun demikian, terdapat qarinah (indikasi) lain yang menunjukan bahwa ajakan tersebut adalah kewajiban. Sehingga aktivitas yang telah ditentukan oleh ayat agar dilaksanakan oleh kelompok terpadu tersebut, —yakni dakwah kepada Islam dan amar ma’ruf nahi munkar— hukumnya wajib atas kaum Muslim. Hal itu juga ditegaskan dan ditunjukkan oleh ayat-ayat lain maupun hadits Nabi. Diantaranya sabda beliau:
«والذي نفسي بيده لتأمرن بالمعروف ولتنهون عن المنكر، أو ليوشكن الله أن يبعث عليكم عقاباً من عنده، ثم لتدعنه فلا يستجاب لكم»
«وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَتَأْمُرَنَّ بِالْمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنِ الْمُنْكَرِ أَوْ لَيُوْشِكَنَّ الله أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْ عِنْدِهِ، ثُمَّ لَتَدْعُنَّهُ فَلاَ يُسْتَجَابُ لَكُمْ»
Demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya, sungguh kalian (mempunyai dua pilihan, yaitu) melakukan amar ma’ruf nahi munkar, atau Allah akan mendatangkan siksa dari sisi-Nya yang akan menimpa kalian. Kemudian (jika hal itu tidak dilaksanakan) kalian berdo’a, maka (do’a itu) tidak akan dikabulkan.

             Hadits ini merupakan salah satu qarinah bahwa thalab tersebut adalah thalab yang bersifat harus, dan perintah yang ada adalah wajib.
             Tentang jama’ah itu harus berbentuk partai politik, maka dapat dilihat dari segi bahwa ayat di atas memerintahkan kaum Muslim agar diantara mereka ada sekelompok orang yang membentuk suatu jama’ah. Cakupan aktivitas jama’ah ini telah ditentukan (dibatasi), yaitu dakwah kepada Islam dan amar ma’ruf nahi munkar.
             Sedangkan cakupan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar meliputi seruan terhadap para penguasa agar mereka berbuat ma’ruf (melaksanakan syari’at Islam-pen) dan melarangnya berbuat munkar (melaksanakan sesuatu yang tidak bersumber dari syari’at-pen). Bahkan aktivitas inilah yang menjadi bagian terpenting dalam amar ma’ruf nahi munkar, yaitu mengawasi para penguasa serta menyampaikan nasehat kepadanya. Aktivitas seperti ini tergolong aktivitas politik, malahan termasuk aktivitas politik yang amat penting, yang menjadi ciri utama dari aktivitas partai politik. Dengan demikian ayat ini menunjukkan adanya kewajiban untuk mendirikan partai politik.
             Akan tetapi ayat tersebut memberi batasan bahwa kelompok-kelompok tadi harus berbentuk partai-partai Islam. Sebab, tugas yang telah ditentukan oleh ayat tersebut -yaitu dakwah kepada Islam dan amar ma’ruf nahi munkar, yang dilakukan sesuai dengan hukum Islam- tidak dapat dilaksanakan kecuali oleh kelompok-kelompok dan partai-partai Islam.
             Partai Islam adalah partai yang berasaskan akidah Islam. Partai yang mengambil dan menetapkan ide-ide, hukum-hukum dan pemecahan yang Islami. Thariqah (metoda) operasionalnya adalah thariqah Rasulullah saw.
             Oleh karena itu, tidak dibolehkan kelompok-kelompok kaum Muslim berdiri di atas asas selain Islam, baik itu menyangkut fikrah maupun thariqahnya. Alasannya karena hal itu perintah Allah Swt, disamping juga Islam adalah satu-satunya mabda (ideologi) yang benar dan tepat di muka bumi ini. Islam adalah mabda yang bersifat universal, sesuai dengan fithrah manusia, dan dapat memberikan pemecahan kepada manusia sebagaimana layaknya manusia. Oleh karena itu Islam telah mengarahkan potensi hidup manusia -yang berupa gharizah (naluri) dan hajat al-‘udluwiyah (kebutuhan jasmani)- yaitu dengan mengaturnya dan mengatur pemecahan (pemenuhan)nya dengan tatanan yang benar, tidak mengekang dan tidak pula melepaskannya sama sekali. Gharizah yang satu tidak mendominasi gharizah yang lain. Islam adalah mabda yang mengatur seluruh aspek kehidupan.
             Allah Swt mewajibkan kaum Muslim agar selalu terikat dengan hukum-hukum Islam secara menyeluruh, baik yang menyangkut hubungannya dengan Khaliq, yang termasuk perkara akidah dan ibadah; atau yang menyangkut hubungan dengan dirinya sendiri, seperti hukum-hukum tentang akhlak, hukum-hukum tentang makanan, pakaian; ataupun yang menyangkut hubungannya dengan sesama manusia, seperti hukum-hukum tentang mu’amalah dan perundang-undangan.
             Allah Swt juga mewajibkan kaum Muslim menerapkan Islam secara total dalam seluruh aspek kehidupan, dan menyeru mereka agar bertahkim kepada Islam; serta agar konstitusi dan seluruh undang-undang mereka -yang merupakan hukum-hukum syara’- bersumber dari Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya. Allah Swt berfirman:
]فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ[
Maka putuskanlah perkara atas mereka menurut apa yang Allah turunkan (al-Quran) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran (hukum Allah) yang telah datang kepadamu. (TQS al-Maidah [5]: 48)
]وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللهُ إِلَيْكَ[
(Dan) Hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah (al-Quran), dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. (Dan) Berhati-hatilah kamu terhadap mereka, agar mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. (TQS Al Maidah [5]: 49)

Sengan demikian, menurut Islam tidak menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum Islam berarti telah kufur, seperti dijelaskan dalam firman Allah Swt:
]وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ[
(Dan) Siapa saja yang tidak memutuskan perkara (pemerintahan maupun pengadilan) dengan apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir. (TQS al-Maidah [5]: 44)

             Semua mabda selain Islam, seperti Kapitalisme,  Sosialisme (termasuk) Komunisme, tidak lain adalah mabda-mabda yang rusak dan bertentangan dengan fithrah manusia. Mabda-mabda itu adalah buatan manusia, sangat tampak kerusakannya, dan telah terbukti cacat-celanya. Mabda-mabda itu semuanya bertentangan dengan Islam dan hukum-hukum Islam. Mengambilnya, menyebarluaskannya, dan berkelompok berasaskan mabda-mabda itu termasuk perkara yang diharamkan oleh Islam.
             Di dalam berkelompok kaum Muslim wajib hanya berasaskan Islam, baik fikrah maupun thariqahnya. Diharamkan mereka berkelompok atas dasar Kapitalisme, Komunisme, Sosialisme, Nasionalisme, Patriotisme, Sektarian, atau berkelompok atas dasar pemikiran Free Masonry.
             Dengan demikian kaum Muslim diharamkan mendirikan partai-partai Komunis, Sosialis, Kapitalis, Nasionalis, Patriotik, Sektarian, maupun partai Free Masonry. Termasuk menjadi anggota maupun simpatisannya, karena semuanya adalah partai-partai kufur yang mengajak kepada kekufuran. Sedangkan Allah Swt berfirman:
]وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي اْلآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ[
Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tiadalah akan diterima (agamanya itu) dari padanya, dan dia di Akhirat termasuk orang-orang yang rugi (yang akan masuk neraka). (TQS Ali Imran [3]: 85)

Juga firman-Nya dalam ayat yang kami jadikan patokan di sini, yaitu:
]يَدْعُوْنَ إِلَى الْخَيْرِ[
(mengajak kepada kebaikan) yang diartikan dengan mengajak kepada Islam.

             Rasulullah saw bersabda:
«مَنْ عَمِلَ عملاً ليس عليه أمرنا فهو ردّ»

«مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»

«مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»
Barangsiapa melakukan amal perbuatan yang bukan berasal dariku, maka amal perbuatannya itu tertolak.

«من دعا إلى عصبية فليس منا»
«لَيْسَ مِنَّا مَنْ دَعَا اِلىَ عَصَبِيَّةٍ»
Barangsiapa mengajak kepada ‘ashabiyah (fanatisme golongan), maka dia tidak termasuk golonganku.

             Adapun upaya untuk membangkitkan umat dari kemerosotan yang dideritanya; membebaskannya dari ide-ide, sistem perundang-undangan dan hukum-hukum kufur, serta dari kekuasaan dan dominasi negara-negara kafir, maka dapat ditempuh dengan jalan meningkatkan taraf berpikir umat, yaitu dengan merubah ide-ide dan persepsi-persepsi yang menyebabkan kemerosotannya secara mendasar dan menyeluruh, lalu mewujudkan ide-ide dan pemahaman-pemahaman Islam yang benar. Sehingga dapat membentuk tingkah laku umat dalam kehidupan ini, sesuai dengan ide-ide dan hukum-hukum Islam.

Sebab-sebab Kemerosotan Umat Islam
             Penyebab kemerosotan fatal yang dialami umat ini adalah karena sangat lemahnya kaum Muslim dalam memahami dan melaksanakan Islam. Hal ini diakibatkan oleh faktor-faktor yang mengkaburkan fikrah beserta thariqahnya, yang dialami sejak abad kedua Hijriyah sampai saat ini. Faktor-faktor tersebut muncul karena beberapa hal, diantaranya yang paling menonjol:
1.   Transfer filsafat-filsafat India, Persia dan Yunani, serta adanya upaya sebagian kaum Muslim untuk mengkompromikannya dengan Islam, meskipun diantara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar.
2.   Adanya manipulasi ajaran Islam oleh orang-orang yang membenci Islam, berupa ide-ide atau hukum-hukum yang sebenarnya tidak bersumber dari Islam, dengan tujuan merusak citra Islam dan menjauhkan kaum Muslim dari Islam.
3.   Diabaikannya bahasa Arab dalam memahami dan melaksanakan ajaran Islam, disusul kemudian dengan dipisahkannya dari Islam pada abad ketujuh Hijriyah. Padahal agama Islam tidak mungkin dapat dipahami tanpa bahasa Arab. Seperti yang tampak dalam pengambilan (istinbath) hukum-hukum baru terhadap berbagai peristiwa yang berkembang yang dilakukan dengan jalan ijtihad. Hal ini tidak akan dapat dilakukan, tanpa menggunakan bahasa Arab.
4.   Serangan missionaris dan tsaqafah (kebudayaan asing), yang disusul dengan serangan politis negara-negara kafir Barat yang berlangsung sejak abad ke-17 Masehi, dengan tujuan untuk mengalihkan pandangan dan menjauhkan kaum Muslim dari Islam, yang berujung untuk menghancurkan Islam.
        Berbagai macam usaha untuk membangkitkan kaum Muslim telah banyak dilakukan, melalui berbagai macam gerakan, baik yang Islami maupun bukan. Semuanya mengalami kegagalan dan belum mampu membangkitkan kaum Muslim. Bahkan tidak mampu membendung kemerosotan umat yang sangat fatal.
             Adapun sebab-sebab kegagalan seluruh usaha dan gerakan untuk membangkitkan kembali kaum Muslim atas dasar Islam karena beberapa faktor, diantaranya:
1.   Tidak adanya pemahaman yang rinci mengenai fikrah dari pihak-pihak yang berupaya membangkitkan kembali umat. Mereka terpengaruh berbagai faktor yang mengaburkan. Dakwah Islam yang mereka lakukan masih bersifat umum, tanpa menentukan ide-ide dan hukum-hukum mana yang ingin digunakan untuk membangkitkan umat, serta pemecahan apa yang dapat mengatasi problematika mereka berikut pelaksanaannya. Ini karena belum adanya gambaran yang jelas terhadap ide-ide dan hukum-hukum Islam di dalam benaknya. Mereka telah menjadikan fakta (yang ada) sebagai sumber pemikirannya, lalu dijadikannya sebagai sumber inspirasinya. Mereka mencoba untuk mena’wilkan dan menafsirkan Islam dengan pena’wilan dan penafsiran yang tidak sesuai dengan apa yang dikandung oleh nash (teks al-Quran dan Sunnah), hingga pada akhirnya disesuaikan dengan kondisi yang ada, kendati berlawanan dengan Islam. Sayang sekali, apa yang mereka lakukan bukan usaha sebaliknya, yaitu menjadikan kondisi yang ada sebagai obyek pemikiran untuk dirubah agar sesuai dengan Islam dan hukum-hukumnya.
      Jadi tidak mengherankan apabila mereka selalu menyerukan slogan-slogan kebebasan, Demokrasi, Kapitalisme, dan Sosialisme. Mereka menganggap bahwa hal itu berasal dari Islam, padahal semuanya itu sangat bertentangan.
2.   Tidak adanya kejelasan bagi mereka mengenai thariqah Islam dalam menerapkan ide-ide dan hukum-hukum Islam dalam bentuk gambaran yang jelas dan sempurna. Mereka menyampaikan ide-ide tersebut melalui media yang tidak terencana dan dalam bentuk yang diliputi kesamaran. Mereka menganggap bahwa kembalinya Islam dapat ditempuh dengan cara membangun banyak masjid, menerbitkan buku-buku Islam atau dengan jalan mendirikan organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan, atau usaha koperasi yang Islami, atau hanya melalui pendidikan akhlaq dan pembinaan individu semata, tanpa memperhatikan kebejatan masyarakat maupun cengkeraman ide-ide kufur berikut hukum dan sistem perundangan-undangan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. Mereka mengira bahwa perbaikan masyarakat akan terjadi (secara otomatis)  melalui perbaikan individu-individunya. Padahal perbaikan masyarakat hanya akan terwujud dengan cara meluruskan kembali ide-ide, perasaan-perasaan serta aturan-aturan yang berlaku di masyarakat. Meluruskan dan memperbaiki aspek ini akan membawa kepada perbaikan anggotanya, karena masyarakat bukan terdiri dari individu saja, melainkan kumpulan individu berikut interaksinya. Dengan kata lain masyarakat itu terdiri dari sejumlah individu, ide-ide yang dianutnya dan perasaan yang menentukan sikap individu, serta aturan-aturan yang diakui oleh anggota masyarakat tersebut.
             Cara seperti inilah yang telah dilakukan Rasulullah saw dalam mengubah masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat Islam. Beliau memulai dengan mengubah akidah yang berlaku saat itu dengan akidah Islam, mengubah pemikiran, berbagai persepsi dan tradisi-tradisi jahiliyah dengan pemikiran, persepsi dan hukum-hukum Islam. Dari sinilah perasaan masyarakat Arab dapat berubah dari keterikatannya terhadap akidah, ide dan tradisi jahiliyah menjadi terikat dengan akidah, ide dan hukum-hukum Islam. Sampai Allah Swt menentukan keberhasilan beliau dalam mengubah masyarakat Madinah. Pada waktu itu, sebagian besar penduduk Madinah telah memeluk akidah Islam, mengambil dan menetapkan ide, pemahaman dan hukum Islam. Pada saat itulah Rasulullah saw beserta para sahabatnya hijrah ke Madinah setelah terjadi bai’at Aqabah yang kedua. Sejak itu beliau mulai memberlakukan hukum Islam. Kemudian lahirlah masyarakat Islam di Madinah.
             Ada juga diantara kaum Muslim yang (melakukan perubahan dengan) menggunakan metoda kekuatan fisik, mengangkat senjata, tanpa membedakan antara darul Islam dan darul kufur, tanpa memilah antara metoda menyampaikan dakwah dan menentang kemunkaran di masing-masing tempat tersebut (yaitu di darul Islam ataukah di darul kufur). Padahal tempat yang kita diami saat ini adalah darul kufur, karena di dalamnya diterapkan hukum-hukum kufur. Keadaan ini mirip dengan keadaan di Makkah ketika Rasulullah saw diutus. Cara mengemban dakwah dalam kondisi seperti ini adalah dengan dakwah (secara lisan-pen) dan aktivitas politik, bukan dengan menggunakan kekuatan fisik. Persis dengan cara yang dilakukan oleh Rasulullah saw di Makkah. Beliau membatasi aktivitasnya hanya pada kegiatan dakwah secara lisan saja, tidak menggunakan kekuatan fisik. Hal ini karena tujuannya bukan untuk merubah penguasa di darul Islam yang melaksanakan hukum selain yang diturunkan Allah Swt, melainkan untuk merubah darul kufur beserta pemikiran-pemikiran dan peraturan-peraturannya. Ini dilakukan dengan merubah seluruh pemikiran, perasaan dan peraturan masyarakat yang ada sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw di Makkah.
             Sedangkan darul Islam, yang didalamnya diterapkan hukum-hukum yang diturunkan Allah Swt, maka jika penguasanya telah melaksanakan/menetapkan hukum kufur secara terang-terangan, wajib bagi kaum Muslim menentangnya dan memberikan peringatan agar kembali kepada hukum Islam. Apabila penguasa tadi tidak mau kembali, maka kaum Muslim wajib mengangkat senjata untuk memaksanya agar kembali kepada hukum yang telah diturunkan Allah, sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Ubadah bin Shamit:
«وأن لا ننازع الأمر أهله إلاّ أن تروا كفراً بواحاً عندكم من الله فيه برهان»
«وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ اْلأَمْرَ أَهْلَهُ، اِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللهِ فِيْهِ بُرْهَانٌ»
 (Dan) Hendaknya kami tidak merampas kekuasaan dari yang berhak, kecuali (sabda Rasul) ’Jika kalian melihat kekufuran secara terang-terangan, yang dapat dibuktikan di sisi Allah’.

             Juga hadits Auf bin Malik yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
«قيل يا رسول الله أفلا ننابذهم بالسيف؟ فقال: لا، ما أقاموا فيكم الصلاة»
«قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ ، أَفَلاَ نُنَا بِذُهُمْ بِالسَّيْفِ؟ قَالَ: لاَ، مَا أَقَامُوْا فِيْكُمُ الصَّلاَةَ»
Ditanyakan: ‘Wahai Rasulullah, apakah tidak kita perangi saja mereka itu dengan pedang?’ Beliau menjawab: ‘Tidak, selama mereka masih mendirikan shalat.’

             Mendirikan shalat disini merupakan kinayah (makna implisit) dari pelaksanaan hukum Islam. Kedua hadits ini berkaitan dengan cara meluruskan seorang penguasa muslim di darul Islam. Dijelaskan juga bagaimana cara mengkritiknya, dan kapan harus menggunakan kekuatan fisik untuk mencegah timbulnya kekufuran secara terang-terangan di darul Islam setelah pada masa sebelumnya hal itu belum pernah terjadi.
             Tentang tujuan aktivitas untuk menegakkan kembali Daulah Khilafah serta menerapkan hukum-hukum yang telah diturunkan Allah ke muka bumi. Maka hal ini (harus dijalankan-pen) karena Allah Swt telah mewajibkan kepada seluruh kaum Muslim agar terikat dengan seluruh hukum syara. Mewajibkan kaum Muslim untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan apa yang telah diturunkan Allah. Semua itu tidak dapat dilakukan kecuali dengan tegaknya Daulah Islamiyah dan dengan diangkatnya seorang Khalifah yang menerapkan Islam atas seluruh umat manusia.
             Sejak dihapuskannya Daulah Khilafah dalam perang dunia pertama, kaum Muslim hidup tanpa Daulah Islamiyah, tidak lagi menerapkan pemerintahan Islam. Oleh karena itu usaha untuk mendirikan kembali Khilafah dan memberlakukan kembali hukum yang telah diturunkan Allah ke muka bumi, hukumnya adalah fardlu, yang diwajibkan Islam. Kewajiban ini bersifat muhtam, yaitu kewajiban yang tidak memiliki pilihan lain kecuali mengerjakannya. Masalah ini tidak boleh kita anggap sepele. Melalaikan tugas ini termasuk maksiat yang paling besar. Allah akan menyiksa (orang-orang yang melalaikannya) dengan siksaan yang sangat berat. Nabi Muhammad saw bersabda:
«ومن مات وليس في عنقه بيعة مات ميتة جاهلية»
«وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً»
 (Dan) Siapa saja yang mati, sedang di pundaknya tidak ada bai’at (kepada seorang Khalifah), maka matinya seperti mati jahiliyah (yaitu mati dengan memikul dosa besar).

             Disamping itu berdiam diri terhadap aktivitas ini sama saja dengan melalaikan pelaksanaan salah satu kewajiban yang paling utama di dalam Islam. Pelaksanaan kewajiban ini sangat menentukan tegaknya hukum Islam, bahkan menentukan keberadaan Islam di tengah-tengah kehidupan.
[وما لا يتم الواجب إلاّ به فهو واجب]
[مَا لاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ اِلاَّ بِهِ فَهُوَ وَاجِبٌ]
Suatu kewajiban yang tidak dapat terlaksana, kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya menjadi wajib.

             Berdasarkan alasan-alasan inilah Hizbut Tahrir berdiri. Hizb telah menentukan asas berdirinya kelompok ini (yaitu berdasarkan) akidah Islam, mengambil dan menetapkan ide-ide dan hukum-hukum Islam yang diperlukan dalam perjalanannya untuk mencapai tujuannya. Hizbut Tahrir telah menghindarkan dirinya dari seluruh unsur yang menjadi kekurangan maupun menjadi sebab-sebab kegagalan kelompok-kelompok (sebelumnya) yang telah berdiri untuk membangkitkan kaum Muslim dengan Islam. Hizb telah memahami fikrah dan thariqah dakwah secara rasional (fikriyah) dan terperinci, sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh wahyu, baik dari Kitabullah maupun Sunnah Rasul-Nya, serta sesuai pula dengan apa yang ditunjukkan oleh dua sumber tadi, yaitu Ijma Sahabat dan Qiyas. Hizbut Tahrir telah menjadikan fakta (masyarakat yang ada) sebagai sasaran (obyek) pemikirannya, untuk dirubah sesuai dengan hukum Islam. Hizbut Tahrir hanya mengikuti thariqah dakwah Rasulullah saw tatkala menjalankan aktivitas dakwahnya di Makkah, sampai beliau (berhasil) mendirikan negara di Madinah. Hizbut Tahrir menjadikan ikatan akidah dan ide-ide Islam serta hukum-hukumnya sebagai ikatan bagi gerakan, yang juga mengikat seluruh anggotanya.
             Oleh karena itu sudah selayaknya jika (partai) ini diterima dan didukung oleh umat untuk bersama-sama berjalan dengan Hizbut Tahrir. Bahkan umat wajib menerima dan mendukungnya serta berjalan bersamanya. Sebab Hizbut Tahrir merupakan satu-satunya partai yang telah memahami dan menguasai fikrahnya, melihat dengan jelas jalan dakwahnya, memahami permasalahannya, konsisten dengan sirah Rasulullah saw, tanpa bergeser sedikitpun dari langkah-langkah beliau, dan tidak ada seorang pun yang dapat membelokkannya dari tujuan dakwahnya itu.

Baca juga:
Siapakah Hizbut Tahrir?

No comments:

Post a Comment